ALIRAN FILSAFAT
PENDIDIKAN
(MATERIALISME,
PRAGMATISME, DAN EKSISTENSIALISME)
1. Materialisme
Menurut
aliran ini, manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan
terkontrol secara ilmiah dan seksama. Tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku,
mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, dan bertanggung jawab hidup
sosial dan pribadi yang kompleks.
Isi
pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya dan diorganisasi, selalu
berhubungan dengan sasaran perilaku. Semua mata pelajaran dihasilkan dengan
kondisionisasi (S-R Conditioning), operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan
kompetensi. Siswa dipersiapkan untuk hidup, dan mereka dituntut untuk belajar.
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru
dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
2. Pragmatisme
Tujuan
pendidikan menurut aliran ini yaitu pendidikan harus mengajarkan seseorang
bagaimana berpikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat. Tujuan tersebut meliputi kesehatan yang baik,
keterampilan-keterampilan kejuruan (pekerjaan), minat dan hobi untuk kehidupan
yang menyenangkan, persiapan untuk menjadi orang tua, kemampuan untuk bertransaksi
secara efektif dengan masalah-masalah sosial. Tujuan khususnya yaitu pendidikan
harus meliputi pemahaman tentang pentingnya demokrasi.
Kurikulum
menurut para filsuf pragmatisme yaitu pendidikan harus dilaksanakan untuk
memelihara demokrasi. Kurikulum harus menjadi berbasis pada masyarakat, lahan
praktik cita-cita demokratis, perencanaan demokratis pada setiap tingkat
pendidikan, berpusat pada siswa, dan berpusat pada aktivitas. Kurikulum
bersifat terpadu, tidak merupakan mata pelajaran yang terpisah-pisah.
Dalam
pelaksanaannya metode pendidikan mengutamakan metode pemecahan masalah. Guru
berperan menyediakan berbagai pengalaman yang akan memunculkan motivasi,
membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik, membimbing
melaksanakan tujuan-tujuan individual, mengumpulkan informasi, dan bersama-sama
mengevaluasi apa yang telah dipelajari.
3. Eksistensialisme
Filsafat
ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksistensi berarti
keberadaan. Tokoh-tokoh dalam aliran ini diantaranya Sorem Kiekegaard,
Nitzsche, dan Martin Heidegger. Filsafat eksistensialisme ini lebih mengarah
pada permasalahan “Apa itu manusia? Bagaimana keberadaan manusia? Bagaimana
cara menjadi manusia?” dan segala hal yang menyangkut manusia.
Dalam
hubungannya dengan pendidikan, keduanya bersinggungan satu dengan yang lainnya
pada masalah yang sama yaitu manusia, hidup, hubungan antar manusia,
kepribadian dan kebebasan. Pusat pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan
manusia, sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
Tujuan
pendidikan adalah mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua
potensinya untuk pemenuhan diri.
Penganut eksistensialisme menilai kurikulum ideal
adalah kurikulum yang memberi para siswa kebebasan individual yang luas dan
mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan
pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan. Tidak ada mata pelajaran yang
satu lebih penting dari yang lainnya. Siswa didorong untuk melakukan kegiatan
yang dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan serta memperoleh
pengetahuan yang diharapkan.
Konsep
belajar mengajar eksistensialisme dapat diaplikasikan berupa “dialog” yaitu
percakapan pribadi dengan yang lainnya, dimana setiap pribadi merupakan subjek
bagi yang lainnya. Guru tidak boleh dianggap sebagai instruktur tetapi hanya
sebagai perantara yang sederhana sebagai pemberi materi pada siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar