Kamis, 08 Desember 2016

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN (MATERIALISME, PRAGMATISME, DAN EKSISTENSIALISME)

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
(MATERIALISME, PRAGMATISME, DAN EKSISTENSIALISME)
1. Materialisme
            Menurut aliran ini, manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama. Tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, dan bertanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
            Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku. Semua mata pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (S-R Conditioning), operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi. Siswa dipersiapkan untuk hidup, dan mereka dituntut untuk belajar. Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.

2. Pragmatisme
            Tujuan pendidikan menurut aliran ini yaitu pendidikan harus mengajarkan seseorang bagaimana berpikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Tujuan tersebut meliputi kesehatan yang baik, keterampilan-keterampilan kejuruan (pekerjaan), minat dan hobi untuk kehidupan yang menyenangkan, persiapan untuk menjadi orang tua, kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial. Tujuan khususnya yaitu pendidikan harus meliputi pemahaman tentang pentingnya demokrasi.
            Kurikulum menurut para filsuf pragmatisme yaitu pendidikan harus dilaksanakan untuk memelihara demokrasi. Kurikulum harus menjadi berbasis pada masyarakat, lahan praktik cita-cita demokratis, perencanaan demokratis pada setiap tingkat pendidikan, berpusat pada siswa, dan berpusat pada aktivitas. Kurikulum bersifat terpadu, tidak merupakan mata pelajaran yang terpisah-pisah.
            Dalam pelaksanaannya metode pendidikan mengutamakan metode pemecahan masalah. Guru berperan menyediakan berbagai pengalaman yang akan memunculkan motivasi, membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik, membimbing melaksanakan tujuan-tujuan individual, mengumpulkan informasi, dan bersama-sama mengevaluasi apa yang telah dipelajari.

3. Eksistensialisme
            Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksistensi berarti keberadaan. Tokoh-tokoh dalam aliran ini diantaranya Sorem Kiekegaard, Nitzsche, dan Martin Heidegger. Filsafat eksistensialisme ini lebih mengarah pada permasalahan “Apa itu manusia? Bagaimana keberadaan manusia? Bagaimana cara menjadi manusia?” dan segala hal yang menyangkut manusia.
            Dalam hubungannya dengan pendidikan, keduanya bersinggungan satu dengan yang lainnya pada masalah yang sama yaitu manusia, hidup, hubungan antar manusia, kepribadian dan kebebasan. Pusat pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan manusia, sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
            Tujuan pendidikan adalah mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri.
Penganut eksistensialisme menilai kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberi para siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan. Tidak ada mata pelajaran yang satu lebih penting dari yang lainnya. Siswa didorong untuk melakukan kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan serta memperoleh pengetahuan yang diharapkan.

            Konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat diaplikasikan berupa “dialog” yaitu percakapan pribadi dengan yang lainnya, dimana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainnya. Guru tidak boleh dianggap sebagai instruktur tetapi hanya sebagai perantara yang sederhana sebagai pemberi materi pada siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar