Seperti yang sudah disebutkan, bahwa fonetik (artikulatoris)
mengkaji cara membentuk bunyi-bunyi bahasa. Adapun sumber kakuatan utama untuk
membentuk bunyi bahasa yaitu udara yang keluar dari paru-paru. Udara tersebut
dihisap ke dalam paru-paru, kemudian dikeluarkan ketika bernafas. Ketika udara
keluar dari paru-paru melalui tenggorokan, ada yang mendapat hambatan ada yang
tidak mendapat hambatan.
Proses
membentuk dan mengucapkan bunyi berlangsung dalam suatu kontinuum.
Menurut analisis bunyi fungsional, arus bunyi yang kontinuum tersebut bisa
dikategorisasikan berdasarkan segmen tertentu. Walaupun denikian, ada pula
bunyi yang tidak dapat dikategorisasikan menjadi segmen-segmen tertentu yang
disebut bunyi suprasegmental. Oleh sebab itu, bunyi bahasa dapat dibagi menjadi
:
(1)
Bunyi segmental dan
(2)
Bunyi suprasegmental.
Proses
terbentuknya bunyi bahasa secara garis besarnya terbagi atas 4 macam, yakni:
(1)
Proses keluarnya bunyi dari paru-paru,
(2)
Proses fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan,
(3)
Proses artikulasi yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator dan,
(4)
Proses oro-nasal, proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung (ladefoged,
1973: 2-3).
Terjadinya Bunyi:
1.
Sumber energi utama terjadinya bunyi
bunyi bahasa adalah adanya udara dari paru-paru.
2.
Udara dihirup ke dalam paru-paru
kemudian dihembuskan keluar bersama-sama waktu sedang bernapas.
3.
Udara yang dihembuskan (atau dihirup
untuk sebagaian kecil bunyi bahasa) mendapat hambatan di berbagai tempat
alat-alat bicara dengan berbagai cara sehingga terjadi bunyi bahasa.
4.
Tempat atau alat bicara yang dilewati
diantaranya batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan, rongga
mulut, rongga hidung.
5.
Pada waktu udara mengalir keluar pita
suara harus dalam
keadaan terbuka.
6.
Jika udara tidak mengalami hambatan
pada alat bicara, bunyi bahasa tidak akan terjadi.
7.
Syarat terjadinya bunyi bahasa secara
garis besar.
Alat ucap :
a. Paru-paru (lungs)
b. Batang tenggorok
(trachea)
c. Pangkal tenggorok
(larynx)
d. Pita-pita suara
(vocal cords)
e. Krikoid (cricoid)
f.
Tiroid (thyroid/lekum)
g. Aritenoid
(arythenoids)
h. Dinding rongga
kerongkongan (wall of pharynx)
i.
Epiglotis (epiglottis)
j.
Akar lidah (root of the tongue)
k. Punggung lidah/
pangkal lidah (dorsum)
l.
Tengah lidah (medium)
m. Daun lidah
(lamina)
n. Ujung lidah (apex)
o. Anak tekak (uvula)
p. Langit-langit
lunak (velum)
q. Langit-langit
keras (palatum)
r. Gusi dalam/ ceruk
gigi (alveolae)
s. Gigi atas (denta)
t.
Gigi bawah (denta)
u. Bibir atas (labia)
v. Bibir bawah
(labia)
w. Mulut
x. Rongga mulut (oral
cavity)
y. Rongga hidung
(nasal cavity)
a.
Paru-paru
(Lungs)
Paru-paru berfungsi untuk bernafas. Bernafas terdiri atas
dua proses, yakni: (1) Proses menghisap udara ke paru-paru, yang berupa oksigen
(O2); dan (2) Proses mengeluarkan udara dari paru-paru, yang berupa
karbondioksida (CO2).
Selama hidup, manusia senantiasa menghisap dan mengeluarkan
uadara. Dengan demikian, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan udara yang
menjadi sumber terbentuk bunyi bahasa (Pike, 1974).
b.
Pangkal
Tenggorokan (Larynx)
Pangkal tenggorokan adalah rongga di ujung saluran
pernapasan. Pangkal tenggorokan ini terdiri atas empat komponen, yakni: (1)
tulang rawan krikoid, (2) tulang rawan Aritenoid, (3) sepasang pita suara, dan
(4) tulang rawan tiroid (Malmberg, 1963:22).
Tenggorokan (larynx), rongga anak tekak (pharinx),
pita suara (vokal cords), dan anak tekak (uvula). Tenggorokan
berfungsi untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, rongga tersebut dapat
membuka atau menutup. Jika rongga tenggorokan membuka akan membentuk
bunyi vokal, sebaliknya jika rongga tenggorokan menutup akan membentuk
bunyi konsonan. Tentu saja, fungsi pita suara sangat penting dalam
menghasilkan bunyi. Uraian mengenai fungsi pita suara dijelaskan di
bawah ini.
c.
Rongga
Anak Tekak (Pharynx)
Rongga anak tekak ada di antara pangkal tenggorokan dan
rongga mulut dan rongga hidung. Gunanya sebagai saluran udara yang akan
bergetar bersama sama dengan pita suara. Adapun bunyi yang dihasilkannya
disebut bunyi faringal.
d.
Pita
suara (Vokal Cords)
Bunyi yang dihasilkan pita suara diatur oleh sistem otot
aritenoid. Pita suara bagian depan mengait pada tulang rawan tiroid. Adapun
pita suara bagian belakang mengait pada tulang rawan Aritenoid. Pita suara
dapat membuka luas atau menutup, fungsinya sebagai katup yang ngatur jalannya
udara dari paru-paru ketika melalui tenggorokan.
Akibat membuka dan menutup pita suara, akan memunculkan
rongga di antara pita suara yang disebut glotis. Posisi glotis ada empat macam,
yakni: membuka lebar, membuka, menutup, dan menutup rapat. Proses bergetarnya
pita suara tersebut disebut proses fonasi. Proses teresebut dapat
digambarkan sebagai berikut.
Proses membuka-Nutupnya Glotis:
Posisi Glotis akan
mempengaruhi pola terbentuknya bunyi bahasa. Jika posisi glotis membuka akan
menghasilkan bunyi tak bersuara. Sebaliknya, jika posisi glotis menutup akan
menghasilkan bunyi bersuara. Di bawah ini dijelaskan posisi pita suara ketika
membentuk bunyi bahasa.
1) Posisi pita
suara ketika bernafas : Ketika
bernafas, pita suara membuka lebar sehingga udara yang keluar dari paru-paru
melalui tenggorokan tidak ada yang menghalangi. Posisi pita suara seperti ini
umumnya menghasilkan bunyi vokal, bunyi [h p,t,s k].
2) Posisi pita
suara bergetar : Jika
pita suara bergetar, bagian atasnya membuka sedikit sehingga membentuk bunyi [b,d,g,m,r].
Jika pita suara tidak bergetar, akan menghasilkan bunyi [p,t,c,k,f,h,s].
3) Posisi pita
suara ketika ngengucapkan bunyi glottal : Ketika ngucapkan konsonan glotal, pita suara menutup
sehingga bunyi yang melalui tenggorokanberhenti sejenak, dan menghasilkan bunyi
hamzah [?].
4) Posisi pita
suara ketika berbisik : Posisi
pita suara ketika berbisik, bagian bawahnya menutup sedikit, udara yang
keluarnya pun berkurang sehingga bunyi–bunyi bahasa tersebut tidak jelas
terdengarnya.
e.
Langit-langit
Lunak (Velum) dan Anak tekak (Uvula)
Langit-langit lunak (velum)
beserta bagian ujungnya yaitu anak tekak (uvula) dalam menghasilkan
bunyi bahasa, dapat turun atau naik. Ketika bernafas normal, langit-langit
lunak dan anak tekak tersebut turun, sehingga udara dapat leluasa melalui hidung,
termasuk ketika membentuk bunyi nasal. Ketika menghasilkan bunyi nonnasal,
langit-langit lunak dan anak tekak naik menutup rongga hidung. Bunyi bahasa
yang dihasilkan oleh langit-langit lunak disebut bunyi velar. Adapun
bunyi yang dihasilkan dengan hambatan anak tekak disebut bunyi uvular.
f.
Langit-langit
Keras (Palatum)
Langit-langit keras merupakan susunan tulang-belulang.
Bagian depannya mulai dari langit-langit cekung ka atas, kemudian diikuti oleh
bagian belakang yang lunak. Menghasilkan bunyi bahasa, langit-langit keras
menjadi artikulator pasif. Adapun artikulator aktifnya ialah ujung lidah dan
tengah lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh
langit-langit keras disebut bunyi palatal, sedangkan bunyi yang dihasilkan oleh
ujung lidah (apex) disebut bunyi apical. Bunyi yang dihasilkan oleh tengah
lidah (medium) disebut bunyi medial. Bunyi-bunyi tersebut biasa digabungkan
menjadi apikopalatal dan medio-palatal (Bloch & Trager, 1942:15).
g.
Gusi (Alveolum)
Gusi merupakan tempat tumbuhnya gigi. Gusi dapat disebut
daerah kaki gigi. Dalam membentuk bunyi bahasa, lidah merupakan titik
artikulasi, sedangkan articulator aktifnya ialah ujung lidah. Bunyi yang
dihasilkan oleh gusi disebut bunyi alveolar. Selain itu, gusi dapat
bersama-sama dengan daun lidah (lamina) membentuk bunyi bahasa, sehingga
menghasilkan bunyi laminal. Gabungan kedua bunyi tersebut disebut bunyi
lamino-alveolar.
h.
Gigi (Dentum)
Gigi terbagi dua, yaitu gigi atas dan gigi bawah. Ketika
membentuk bunyi bahasa, gigi yang berperan penting yaitu gigi atas. Gigi atas
biasanya bersama-sama dengan bibir baeah atau ujung lidah. Bunyi bahasa yang
dihasilkan oleh gigi atas dan gigi bawah disebut bunyi dental, bunyi bahasa
yang dihasilkan oleh gigi atas dan bibir bawah disebut labio-dental. Adapun
bunyi bahasa yang terbentuk oleh gigi atas dan ujung lidah disebut bunyi
apiko-dental.
i.
Bibir (labium)
Bibir dibagi menjadi dua bagian, yaitu bibir atas dan bibir
bawah. Ketika membentuk bunyi bahasa, bibir atas berfungsi sebagai articulator
pasif bersama-sama dengan bibir bawah yang menjadi articulator aktif. Bunyi
yang dihasilkan oleh dua bibir disebut bunyi bilabial.
Dapus : Resmini,novi,dkk. 2006. Kebahasaan 1 (Fonologi, Morfologi dan
Semantik). Bandung: UPI PRESS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar