Jumat, 09 Desember 2016

MACAM-MACAM ALIRAN PEMIKIRAN DALAM FILSAFAT MODERN

MACAM-MACAM ALIRAN PEMIKIRAN DALAM FILSAFAT MODERN

1.        RASIONALISME (DESCARTES – SPINOZA – LEIBNIZ)
Rasionalisme adalah paham filsafat yang  mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika. (Ahmad Tafsir, 2013 : 127)
2.        EMPIRISME (LOCKE – HUME)
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Empirisme adalah lawan rasionalisme. (Ahmad Tafsir, 2013: 173)
3.      KRITISME
Aliran ini muncul abad ke-18. Suatu zaman baru dimana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Zaman baru ini disebut zaman Pencerahan (Aufklarung). Zaman pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, setelah Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap peran pengetahuan akal. Setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan atau peradaban manusia.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat, dan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain, jalanya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Isaac Newton (1642-1772) memberikan dasar-dasar berpikir dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-gejala dan mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk itu dibutuhkan analisis.
Gerakan ini dimulai di Inggris, kemudian ke Prancis, dan sselanjutnya menyebar ke seluruh Eropa, termasuk ke Jerman. Di Jerman pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme semakin beerlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat rasio atau empiri?
Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan diatas. Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh empirisme (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menrimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkandung skep-tisisme. Untuk itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat mencapai kebenaran.
Akhirnya, Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian dicobanya menggunakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat burung terbang harus mempunyai sayap (rasio) dan udara (empirii).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspek irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataanya.
4.         IDEALISME
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat  yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi.
Setelah Kant mengetengahkan kemampuan akal manusia, maka para murid Kant tidak puas terhadap batas kemampuan akal, alasanya karena akal murni tidak akan dapat mengenai hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu, dicarinya suatu dasar, yaitu suatu sisitem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan : aku sebagai sumber yang sekonkret-konkretnya. Titik tolak tersebut dipakai sebagai dasar untuk membuat suatu kesimpulan tentang keseluruha yang ada.
Pelopor Idealisme J.G. Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling (1775-1854), G.W.F Hegel (1770-1831), Schopenhauer (1788-1860). Apa yang dirintis oleh Kant mencapai puncak perkembanganya pada Hegel. Pengaruhnya begitu besar sampai luar Jerman. Menjadi profesor ilmu filsafat sampai meninggal. Setelah ia mempelajari pemikiran Kant, ia tidak puas tentang ilmu pengetahuan yang dibatasi secara kritis. Menurut pendapatnya, segala peristiwa didunia ini hanya dapat dimengerti jika suatu syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa-peristiwa itu sudah  secara otomatis mengandung penjelasan-penjelasanya. Ide yang berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Artinya, gerak yang menimbulkan tesis, kemudian menimbulkan anti tesis (gerak yang bertentangan). Kemudian timbul sintesis yang merupakan tesis baru, yang nantinya menimbulkan antitesis dan seterusnya. Inilah yang disebutnya sebagai dialetika. Proses dialetika inilah yang menjelaskan segala peristiwa. (Asmoro Achmadi, 2013;118)
5.        POSITIVISME
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata “positif” disisni sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian, ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Kemudian filasafat pun harus meneladani contoh itu. Oleh karena itu pulalah, positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme, tidaklah mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan, ternasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Tugas khusus filsafat ialah mengoordinasikan ilmu-ilmu pengetahuan yang beragam coraknya. Tentu saja maksud positivisme berkaitan erat dengan apa yang di cita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman. Hanya saja berbeda dengan empirisme Inggris yang menerima pengalaman batiniah atau subjektif sumber pengetahuan. Positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah tersebut. Ia hanyalah mengandalkan fakta-fakta belaka. (Hendi Suhendi, 2008:296)
6.        EVOLUSIONISME
Aliran dipelopori oleh seorang Zoologi yang mempunyai pengaruh sampai saat ini yaitu, Charles Robbets Darwin (1809-1882). Pada tahun 1938 membaca bukunya Malthus An Essay on the Prinsiple of Population. Buku tersebut memberikan inspirasi kepada Darwin untuk membentuk kerangka berpikir dari teorinya. Menurut Malthus, manusia akan cenderung meningkat jumlahnya (deret ukur), diatas batas bahan-bahan makanan (deret ukur). Dengan demikian, Darwin memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi hal tersebut manusia harus bekerja sama, harus berjuang diantara sesamanya untuk mempertahankan hidupnya. Karena itu hanya hewan yang ulet yang mampu untuk menyesaikan diri dengan iklim sekitarnya. Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsepnya tentang perkembangan tentang segala sesuatu termasuk manusia yang di atur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival of the fittest dan struggle for life.
7.        MATERIALISME
Munculnya positivisme dan evolusionisme menambah terbukanya pintu pengingkaran terhadap aspek kerohanian. Perbedaan antara materialisme dengan positivisme adalah bahwa positivisme membatasi diri pada fakta-fakta. Yang ditolaknya ialah tiap-tiap keterangan yang melampaui fakta-fakta. Karena alasan itulah dalam rangka positivisme tidak ada tempat untuk metafisika. Materialisme mengatakan bahwa realitas seluruhnya tediri dari materi. Itu berarti bahwa tiap-tiap benda atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material/ kiranya sudah jelas bahwa materialisme mengakui kemungkinan metafisika, karena materialisme sendiri berdasarkan suatu metafisika. (K. Bertens, 1981 : 77). Aliran filsafat materialisme memandang bahwa realitas seluruhnya adalah materi belaka. Tokoh aliran ini adalah Ludwig Freuerbach (1804-1872 M). Menurutnya hanya alamlah yang ada dan manusia merupakan bagian dari alam.
8.        NEO- KANTIALISME
Setelah materialisme pengaruhnya merajalela, para murid Kant mengadakan gerakan lagi. Banyak filosof Jerman yang tidak puas terhadap Materialisme, Positivisme, dan Idealisme. Gerakan ini disebut Neo-Kantialisme. Tokohnya antara lain Wilhelm Windelband (1848-1915), Herman Cohen (1842-1918), Paul Natrop (1854-1924), Heinrich Reickhart (1863-1939). Herman Cohen memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannya pada otoritas akal manusia untuk mencipta. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu baru dikatakan ‘ada’ apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya, ‘ada’ dan ‘dipikirkan’ adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan melahirkan pikiran. Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person, tetapi sebagai cita-cita dari seluruh perilaku manusia. (Asmoro Achmadi, 2012 : 124)
9.        FENOMENOLOGI
Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semu. Kebalikannya kenyataan juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indra. Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk, pilek. Dalam filsafat fenomenologi, arti di atas berbeda dengan yang dimaksud, yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati oleh indra, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan tidak harus berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa yang kelihatan dlam dirinya sendiri seperti apa adanya. Dan yang lebih  penting dalam filsafat fenomenologi sebagai sumber berpikir yang kritis. Pemikiran yang demikian besar pengaruhnya di Eropa dan Amerika antara tahun 1920 hingga tahun 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan positif. Tokohnya : Edmund Husserl (1874-1928).
10.    EKSISTENSIALISME
Kata eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar, dan sistensi atau sisto = berdiri, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan sampai merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang konkret. Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasaekan pada eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
11.    PRAGMATISME
Pragmatisme berasal dari kata “pragma” (bahasa yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmastisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Pragmatisme berpandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu memiliki fungsi dan bermanfaat bagi kehidupan. Misalnya, beragama sebagai kebenaran, jika agama memberikan kebahagiaan , menjadi dosen adalah kebenaran jika memperoleh kenikmatan intelektual, mendapatkan gaji atau apa pun yang bernilai kuantitatif dan kualitatif. Sebaliknya jika memberikan kemadharatan , tindakan yang dimaksud bukan kebenaran, misalnya memperistri perempuan yang sakit jiwa adalah perbuatan yang membahayakan dan tidak dapat dikategorikan sebagai serasa dengan tujuan pernikahannya dalam rangka mencapai keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
12.    FILSAFAT HIDUP
Menurut Bergson, hidup adalah suatu tenaga eksplosif yang telah ada sejak awal dunia, yang berkembang dengan melawan penahanan atau penentangan materi (yaitu sesuatu yang lamban yang menentang gerak dan dipandang oleh akal sebagai materi atau benda). Manakala gerak perkembangan hidup itu digambarkan sebagai gerak ke atas, materi adalah gerak ke bawah yang menahan gerak ke atas itu. Dalam perkembangannya sebagai gerak ke atas, hidup mempunyai penahanan gerak ke bawah. Hal ini mengakibatkan hidup terbagi-bagi menjadi arus yang menuju banyak jurusan, yang sebagian ditundukkan oleh materi, sedangkan sebagian lainnya teta memiliki kecakapannya untuk berbuat secara bebas dan dengan terus berjuang keluar dari genggaman materi.

Bergson yakin akan adanya revolusi, tetapi tidak seperti yang diajarakan Darwin. Evolusi yang menggambarkan evolusi sebagai perkembangan linear (segaris), yang satu sesudah yang lain dengan manusia sebagai puncaknya. Menurut Bergson, evolusi adalah suatu perkembangan yang menciptakan, yang meliputi segala kesadaran, segala hidup, segala kenyataan, yang dalam perkembangannya terus-1menerus menciptakan bentuk baru dan menghasilkan kekayaan baru. Evolusi ini tidak terikat oleh keharusan seperti keharusan yang tersirat dalam hukum sebab-akibat mekanisme. Evolusi demikian menurut Bergson bukan bergerak ke satu arah di bawah dorongan suatu semangat hidup yang bersifat umum, tetapi evolusi itu berkembang ke arah bermacam-macam.
Dapus : Hakim, Atang Abdul, Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar