MACAM-MACAM ALIRAN PEMIKIRAN DALAM FILSAFAT MODERN
1.
RASIONALISME
(DESCARTES – SPINOZA – LEIBNIZ)
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.
Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat
dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika. (Ahmad
Tafsir, 2013 : 127)
2.
EMPIRISME
(LOCKE – HUME)
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan
mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empeiria yang
berarti coba-coba atau pengalaman. Empirisme adalah lawan rasionalisme. (Ahmad
Tafsir, 2013: 173)
Aliran ini muncul abad ke-18. Suatu zaman baru dimana seorang ahli pikir
yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dan
empirisme. Zaman baru ini disebut zaman Pencerahan (Aufklarung). Zaman
pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam
pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, setelah Kant mengadakan penyelidikan
(kritik) terhadap peran pengetahuan akal. Setelah itu, manusia terasa bebas
dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan atau peradaban
manusia.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu
pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat, dan sejarah) telah mencapai hasil
yang menggembirakan. Di sisi lain, jalanya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu
diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan
alam. Isaac Newton (1642-1772) memberikan dasar-dasar berpikir dengan induksi,
yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-gejala dan mengembalikan kepada
dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk itu dibutuhkan analisis.
Gerakan ini dimulai di Inggris, kemudian ke Prancis, dan sselanjutnya
menyebar ke seluruh Eropa, termasuk ke Jerman. Di Jerman pertentangan antara
rasionalisme dengan empirisme semakin beerlanjut. Masing-masing berebut
otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai
sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat rasio atau empiri?
Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan
persoalan diatas. Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian
terpengaruh oleh empirisme (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak
begitu mudah menrimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkandung
skep-tisisme. Untuk itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal
manusia akan dapat mencapai kebenaran.
Akhirnya, Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian
dicobanya menggunakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal
(rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat
burung terbang harus mempunyai sayap (rasio) dan udara (empirii).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan
diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya
persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya.
Karena itu aspek irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataanya.
4.
IDEALISME
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat yang berpaham bahwa
pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah
manifestasi dalam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering
disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul
atas feed back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi.
Setelah Kant mengetengahkan kemampuan akal manusia, maka para murid Kant
tidak puas terhadap batas kemampuan akal, alasanya karena akal murni tidak akan
dapat mengenai hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu, dicarinya suatu
dasar, yaitu suatu sisitem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan : aku
sebagai sumber yang sekonkret-konkretnya. Titik tolak tersebut dipakai sebagai
dasar untuk membuat suatu kesimpulan tentang keseluruha yang ada.
Pelopor Idealisme J.G. Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling (1775-1854),
G.W.F Hegel (1770-1831), Schopenhauer (1788-1860). Apa yang dirintis oleh Kant
mencapai puncak perkembanganya pada Hegel. Pengaruhnya begitu besar sampai luar
Jerman. Menjadi profesor ilmu filsafat sampai meninggal. Setelah ia mempelajari
pemikiran Kant, ia tidak puas tentang ilmu pengetahuan yang dibatasi secara
kritis. Menurut pendapatnya, segala peristiwa didunia ini hanya dapat
dimengerti jika suatu syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa-peristiwa itu
sudah secara otomatis mengandung penjelasan-penjelasanya. Ide yang
berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Artinya,
gerak yang menimbulkan tesis, kemudian menimbulkan anti tesis (gerak yang
bertentangan). Kemudian timbul sintesis yang merupakan tesis baru, yang
nantinya menimbulkan antitesis dan seterusnya. Inilah yang disebutnya sebagai
dialetika. Proses dialetika inilah yang menjelaskan segala peristiwa. (Asmoro
Achmadi, 2013;118)
5.
POSITIVISME
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata “positif” disisni sama
artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut
positivisme, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Dengan
demikian, ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang
pengetahuan. Kemudian filasafat pun harus meneladani contoh itu. Oleh karena
itu pulalah, positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan
“hakikat” benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme,
tidaklah mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan, ternasuk juga filsafat,
hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta.
Tugas khusus filsafat ialah mengoordinasikan ilmu-ilmu pengetahuan yang beragam
coraknya. Tentu saja maksud positivisme berkaitan erat dengan apa yang di
cita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman. Hanya
saja berbeda dengan empirisme Inggris yang menerima pengalaman batiniah atau
subjektif sumber pengetahuan. Positivisme tidak menerima sumber pengetahuan
melalui pengalaman batiniah tersebut. Ia hanyalah mengandalkan fakta-fakta
belaka. (Hendi Suhendi, 2008:296)
6.
EVOLUSIONISME
Aliran dipelopori oleh seorang Zoologi yang mempunyai pengaruh sampai
saat ini yaitu, Charles Robbets Darwin (1809-1882). Pada tahun 1938
membaca bukunya Malthus An Essay on the Prinsiple of Population. Buku
tersebut memberikan inspirasi kepada Darwin untuk membentuk kerangka berpikir
dari teorinya. Menurut Malthus, manusia akan cenderung meningkat jumlahnya
(deret ukur), diatas batas bahan-bahan makanan (deret ukur). Dengan demikian,
Darwin memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi hal tersebut manusia harus
bekerja sama, harus berjuang diantara sesamanya untuk mempertahankan hidupnya.
Karena itu hanya hewan yang ulet yang mampu untuk menyesaikan diri dengan iklim
sekitarnya. Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsepnya tentang perkembangan
tentang segala sesuatu termasuk manusia yang di atur oleh hukum-hukum mekanik,
yaitu survival of the fittest dan struggle for life.
7.
MATERIALISME
Munculnya positivisme dan evolusionisme menambah terbukanya pintu
pengingkaran terhadap aspek kerohanian. Perbedaan antara materialisme dengan
positivisme adalah bahwa positivisme membatasi diri pada fakta-fakta. Yang
ditolaknya ialah tiap-tiap keterangan yang melampaui fakta-fakta. Karena alasan
itulah dalam rangka positivisme tidak ada tempat untuk metafisika. Materialisme
mengatakan bahwa realitas seluruhnya tediri dari materi. Itu berarti bahwa
tiap-tiap benda atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu
proses material/ kiranya sudah jelas bahwa materialisme mengakui kemungkinan
metafisika, karena materialisme sendiri berdasarkan suatu metafisika. (K.
Bertens, 1981 : 77). Aliran filsafat materialisme memandang bahwa realitas
seluruhnya adalah materi belaka. Tokoh aliran ini adalah Ludwig Freuerbach
(1804-1872 M). Menurutnya hanya alamlah yang ada dan manusia merupakan bagian
dari alam.
8.
NEO-
KANTIALISME
Setelah materialisme pengaruhnya merajalela, para murid Kant mengadakan
gerakan lagi. Banyak filosof Jerman yang tidak puas terhadap Materialisme,
Positivisme, dan Idealisme. Gerakan ini disebut Neo-Kantialisme. Tokohnya
antara lain Wilhelm Windelband (1848-1915), Herman Cohen (1842-1918), Paul
Natrop (1854-1924), Heinrich Reickhart (1863-1939). Herman Cohen memberikan
titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannya pada otoritas akal
manusia untuk mencipta. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu baru
dikatakan ‘ada’ apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya, ‘ada’ dan
‘dipikirkan’ adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan melahirkan pikiran.
Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person, tetapi sebagai
cita-cita dari seluruh perilaku manusia. (Asmoro Achmadi, 2012 : 124)
9.
FENOMENOLOGI
Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya
gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semu. Kebalikannya kenyataan juga
dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indra.
Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk, pilek. Dalam filsafat fenomenologi,
arti di atas berbeda dengan yang dimaksud, yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu
harus diamati oleh indra, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan
tidak harus berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa yang kelihatan dlam dirinya
sendiri seperti apa adanya. Dan yang lebih penting dalam filsafat
fenomenologi sebagai sumber berpikir yang kritis. Pemikiran yang demikian besar
pengaruhnya di Eropa dan Amerika antara tahun 1920 hingga tahun 1945 dalam
bidang ilmu pengetahuan positif. Tokohnya : Edmund Husserl (1874-1928).
10.
EKSISTENSIALISME
Kata eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar,
dan sistensi atau sisto = berdiri,
menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa
dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena
manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya
untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan sampai
merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang konkret. Eksistensialisme
merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasaekan
pada eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam
dunia.
11.
PRAGMATISME
Pragmatisme berasal dari kata
“pragma” (bahasa yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmastisme adalah
aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah
apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Pragmatisme berpandangan bahwa
substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu memiliki fungsi dan bermanfaat
bagi kehidupan. Misalnya, beragama sebagai kebenaran, jika agama memberikan
kebahagiaan , menjadi dosen adalah kebenaran jika memperoleh kenikmatan
intelektual, mendapatkan gaji atau apa pun yang bernilai kuantitatif dan
kualitatif. Sebaliknya jika memberikan kemadharatan , tindakan yang dimaksud
bukan kebenaran, misalnya memperistri perempuan yang sakit jiwa adalah
perbuatan yang membahayakan dan tidak dapat dikategorikan sebagai serasa dengan
tujuan pernikahannya dalam rangka mencapai keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
12.
FILSAFAT HIDUP
Menurut Bergson, hidup adalah
suatu tenaga eksplosif yang telah ada sejak awal dunia, yang berkembang dengan
melawan penahanan atau penentangan materi (yaitu sesuatu yang lamban yang
menentang gerak dan dipandang oleh akal sebagai materi atau benda). Manakala
gerak perkembangan hidup itu digambarkan sebagai gerak ke atas, materi adalah
gerak ke bawah yang menahan gerak ke atas itu. Dalam perkembangannya sebagai
gerak ke atas, hidup mempunyai penahanan gerak ke bawah. Hal ini mengakibatkan
hidup terbagi-bagi menjadi arus yang menuju banyak jurusan, yang sebagian
ditundukkan oleh materi, sedangkan sebagian lainnya teta memiliki kecakapannya
untuk berbuat secara bebas dan dengan terus berjuang keluar dari genggaman
materi.
Bergson yakin akan adanya
revolusi, tetapi tidak seperti yang diajarakan Darwin. Evolusi yang
menggambarkan evolusi sebagai perkembangan linear (segaris), yang satu sesudah
yang lain dengan manusia sebagai puncaknya. Menurut Bergson, evolusi adalah
suatu perkembangan yang menciptakan, yang meliputi segala kesadaran, segala
hidup, segala kenyataan, yang dalam perkembangannya terus-1menerus menciptakan
bentuk baru dan menghasilkan kekayaan baru. Evolusi ini tidak terikat oleh
keharusan seperti keharusan yang tersirat dalam hukum sebab-akibat mekanisme.
Evolusi demikian menurut Bergson bukan bergerak ke satu arah di bawah dorongan
suatu semangat hidup yang bersifat umum, tetapi evolusi itu berkembang ke arah
bermacam-macam.
Dapus : Hakim, Atang Abdul, Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar