Kesulitan belajar
merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris learning disability. Terjemahan tersebut sebenarnya kurang tepat
karena learning artinya belajar dan disability artinya ketidak mampuan;
sehinngga terjemahan yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar.
Istilah kesulitan belajar digunakan dalam buku ini karena dirasakan lebih
optimistic.
Kesulitan belajar
merupakan suatu konsep multi disipliner yang digunakan di lapangan ilmu
pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Pada tahun 1963 Samuel A. Krik
untuk pertama kali menyarankan penyatuan nama-nama gangguan anak seperti
disfunngsi otak minimal (minimal brain
dysfunction), gangguan neurologis (neurological
disorders), disleksia (dyslexia), dan
afasia perkembangan (developmental
aphasia) menjadi satu nama, yaitu kesulitan belajar (learning disabilities) (Takeshi Fujiahima et al., 1992: 26).
Konsep tersebut telah diadopsi secara luas dan pendekatan edukatif terhadap
kesulitan elajar telah berkembang secara cepat, terutama di negara-negara yang
sudah maju.
Definisi kesulitan
belajar pertama kali dikemukakan oleh The
United States Office Of Education (USOE) pada tahun 1997 yang dikenal
dengan Public Law (PL) 94- 142, yang hampir identic dengan definisi yang dikemukakan
oleh The National Advisory Committee On
Handicapped Children pada tahun 1967. Definisi tersebut seperti dikutip
oleh Hallahan, Kauffman, dan Lloyd (1985:14). Seperti berikut ini:
Kesulitan belajar
khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut
mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja, dan berhitung. Batasan tersebut mencakup
kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, diseleksia, dan
afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki
problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam
penglihatan, pendengaran, atau motori, hambatan karena tunagrahita, karena
gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi.
Meskipun definisi USOE
merupakan definisi resmi yang digunakan oleh pemerintah Amerika Serikat, tetapi
banyak kritik yang diarahkan pada definisi tersebut karena berbagai alasan.
Lovitt (1989:6) mengemukakan lima macam kritik, yaitu (1) berkenaan dengan
penggunaan istilah “anak”, (2) proses psikologi dasar, (3) pemisahan dari
mengeja ekspresi pikiran dan perasaan secara tertulis, (4) adanya berbagai
kondisi yang digabungkan menjadi satu, dan (5) penyertaan bahwa kesulitan
belajar dapat terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain. Jika kajian
tentang kesulitan belajar juga mencakup orang dewasa maka perlu dihindari
penggunaak kata “anak”. Penggunaan ungkapan “ proses psikologi dasar” (basic psychological procces) dapat
mengundang timbulnya perdebatan luas yang tidak ada gunanya di bidang
kesuliatan belajar. Memasukkan mengeja sebagai kategori yang terpisah adalah
tidak pada tempatnya karena mengeja merupakan bagian yang terpisah dari
ekspresi pikiran dan perasaan secara tertulis. Definisi tersebut juga menjadi
kurang bermutu karena adanya sederetan kondisi , yang masuk gangguan
perseptual, luka pada otak, disfungsi otak minimal, disleksia serta afasia
perkembangan. Definisi tersebut juga telah mengundang timbulny kesalah pahaman
yang luas karena kesulitan belajar dapat terjadi bersamaan dengan
kondisi-kondisi penghambat lain atau tanpa adanya kemiskinan lingkungan,
budaya, atau ekonomi.
Sebagai konsekuensi
dari adanya berbagai kritik terhadap definisi PL 94-142 tersebut maka The
National Joint Commite For Learning Disabilities (NJCLD) menggunakan definisi
sebagai berikut :
Kesulitan belajar
menunjuk pada sekelompok kesulitan yang di manifestasikan dalam bentuk
kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan,
bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi
matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi
system syaraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan
dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensori,
tunagrahita, hambatan sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan
dalam kurung (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat,
factor-faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau
pengaruh langsung (Hammill et al., 1981 : 336).
Menurut Hammill et al.,
(1981:337) definisi NJCLD tersebut memiliki kelebihan-kelebihan bila
dibandingkan dengan definisi yang dikemukakan dalam PL 94-142.
Kelebihan-kelebihan tersebut adalah karena (1) tidak dikaitkan secara ekslusif
dengan anak-anak, (2) menghindari ungkapan “proses psikologi dasar”, (3) tidak
memasukkan mengeja sebagai gangguan yang terpisah dari kesulitan
mengekspresikan bahasa tertulis, (4) menghindari berbagai penyebutan kondisi
gangguan lain (misalnya gangguan persepsual, disleksia, disfungsi otak minimal)
yang akan dapat membingungkan, dan (5) secara jelas menyatakan bahwa kesulitan
belajar mungkin terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain.
Meskipun definisi yang
dikemukakan oleh NJCLD memiliki kelebihan-kelebihan bila dibandingkan dengan
definisi yang dikemukakan dalam PL 94-142, The
Board Of The Association For Children And Adulth With Learning Disabilities (ACALD) tidak
menyetujui definisi tersebut, dan karena itu mereka mengemukakan definisi
seperti dikutip oleh Lovitt (1989:7) sebagai berikut :
·
Kesulitan belajar khusus adalah suatu
kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif mengganggu
perkembangan, integrasi, dan atau kemampuan verbal dan atau nonverbal.
·
Kesulitan belajar khusus tampil sebagai
suatu kondisi ketidak mampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki
intelegensi rata-rata hingga superior, yang memiliki system sensoris yang
cukup, dan kesempatam untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut
bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya.
·
Kondisi tersebut dapat berpengaruh
terhadap harga diri, pendidikan, pekerjaan, sosialisasi, dan atau aktivitas
kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan.
Seperti halnya definisi
yang dikemukakan oleh NJCLD, definisi yang dikemukakan oleh ACALD juga berbeda
dari definisi dalam PL (94-142). Definisi NJCLD maupun definisi ACALD keduanya
menyatakan bahwa kesulitan belajar diduga disebabkan oleh adanya disfungsi
neurologis. Definisi yang dikemukakan oleh ACALD memiliki perbedaan penting
dari definisi yang lain. Perbedaan tersebut tampak pada kalimat terakhir yang
menyatakan bahwa kesulitan belajar dapat melampaui kawasan akademik.
Meskipun terdapat
perbedaan pada tiga definisi yang telah dikemukakan, ketiganya memiliki
titik-titik kesamaan, yaitu (1) kemungkinan adanya disfungsi neurologis, (2)
adanya kesulitan dalam tugas-tugas akademik, (3) adanya kesengajaan antara
prestasi dengan potensi, dan (4) adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain. Baik
definisi yang dikemukakan oleh NJCLD maupun ACALD secara jelas menyatakan bahwa
kesulitan belajar didug disebabkan oleh adanya gangguan neurologis, dan kondisi
tersebut secara tidak langsung juga dinyatakan dalam definisi PL 94-142. Ketiga
definisi juga mengindikasikan bahwa kesulitan belajar dapat berwujud sebagai
suatu kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik, baik dalam mata pelajaran
yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika, dan mengeja; atau dalam
berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum seperti mendengarkan, berbicara,
dan berpikir. Definisi yang dikemukakan oleh ACALD menyatakan bahwa kesulitan
belajar dapat muncul dalam bentuk penyesuaian sosial atau vokasional,
keterampilan kehidupan sehari-hari, atau harga diri. Ketiga definisi
mengemukakan bahwa anak berkesulitan belajar memperoleh prestasi belajar jauh
dibawah potensi yang dimilikinya. Potensi umumnya diukur dengan tes
intelegensi, biasanya menggunakan WISC-R (Weschler
Intelligence Scale For Children-Rivized). Prestasi belajar umumnya diukur
dengan tes prestasi belajar. Ketiga definisi mengeluarkan dari sebab-sebab lain
sehingga kesulitan belajar tidak dapat disamakan dengan tunagrahita (retardasi
mental), gangguan emosional, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau
kemiskinan budaya dan sosial. Ketiga definisi yang telah dikemukakan menyatakan
bahwa pengertian kesulitan belajar harus disebabkan oleh adanya gangguan fungsi
neurologis atau dikaitkan pada dugaan adanya kelainan fungsi neurologis.
Di Indonesia belum ada
definisi yang baku tentang kesulitan belajar. Para guru umumnya memandang semua
siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah disebut siswa berkesulitan
belajar. Dalam kondisi seperti itu, kiranya dapat dipertimbangkan untuk
mengadopsi definisi yang dikemukakan oleh ACALD untuk digunakan dalam dunia
pendidikan di Indonesia.
Sedangkan menurut Sunarta (1985 : 7) menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan kesulitan belajar adalah “kesulitan yag dialami oleh
siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi belajarnya
rendah dan perubahan tingkahlaku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi
yang diperoleh sebagaimana teman-teman kelasnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesulitan
belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar mengajar dimana anak didik
tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar pada dasarnya
adalah suatu gejala yang nampak dalam berbagai manivestasi tingkah laku, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Dapus :
Abdurrahman Mulyono. 2010. Pendidikan Bagi Nak Kesulitan Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar