Kamis, 29 Desember 2016

ADAKAH METODE YANG ‘IDEAL’?

ADAKAH METODE YANG ‘IDEAL’?

       Metode bagaikan logika. Metode adalah fundamen dan dasar penalaran manusia. Akan tetapi, metode atau logika saja tidak dapat menentukan bahwa seseorang dapat dikatakan seseorang yang jenius. Bahkan sejauh-jauh ahli matematika mengembangkan diri, ia tidak pernah bisa lari dari empat dasar pengoperasian matematikanya, yaitu: penambahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian. Abjad adalah dasar dari semua bahasa juga tidak pernah melebihi ABC-nya sebuah bahasa. Demikian juga dengan metode kefilsafatan.
       Memang kita tidak menyangkal bahwa bentuk metode yang bersifat mendasar itu penting, namun metode semacam ini tidak boleh membekukan pemikiran filosofis. Sesuatu jenis logika atau matematika dasar atau abjad yang memungkinkan pikiran kita berkembang lebih lanjut adalah hal-hal yang harus kita temukan. Jadi, bukan lagi logika atau matematika dasar atau abjad yang akan memenjarakan pikiran kita atau yang menyebabkan jalan pikiran kita mnejadi beku.
       Setiap generasi fulsuf bercita-cita merumuskan sebuah metode yang ideal. Namun sampai sejauh ini usaha tersebut belum pernah berhasil dengan baik. Mengapa begitu sulit merumuskan sebuah metode? Karena, sebuah metode yang ideal harus menampilkan suatu bentuk struktur, yaitu suatu struktur yang fleksibel dan memungkinkan pengembangan lebih lanjut. Metode ini harus konkret dan juga tidak boleh bertentangan dengan sesuatu yang bersifat abstrak. Metode ini harus objektif, namun juga tidak boleh sedemikian kaku, sebab di dalamnya harus tampak juga aspek subjektifnya. Metode ini harus dapat diterapkan secara universal seperti metode ilmiah. Seandainya metode yang ideal dapat dirumuskan, masihkah hal ituakan disebut juga ‘metode’?
       Pada abad akhir-akhir ini, F.D.E Schleiermacher menghidupkan kembali topic tentang hermeneutic. Dan ini dikumandangkan lebih luas lagi oleh penulis biografinya, yaitu Wilhelm Dilthey. Pada zaman ini, hermeneutic telah diangkat oleh beberapa filsuf, misalnya: Hans Georg Gadmer, Jurgen Habermas, Paul Ricoeur, Jacques Derrida dan beberapa komentator lain.

       Hermeneutik belum diterima sebagai suatu metode yang bersifat universal, manum metode ini setidaknya mendukung pemahaman kita tentang kebenaran dan interpretasinya. Dapatkah hermeneutic menjadi metode yang memadai untuk pembahasan filosofis?
Dapus: Sumaryono, E. 2009. Hermeneutik (Sebuah Metode Filsafat). Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar