A.
Pengaruh-Mempengaruhi
Bunyi Bahasa
Pengaruh-mempengaruhi bunyi
bahasa menyangkut dua
segi, yakni pengaruh bunyi
bahasa dan pemengaruh
bunyi bahasa. Pengaruh
bunyi bahasa muncul sebagai
akibat proses asimilasi,
sedangkan pemengaruh bunyi
bahasa merupakan tempat artikulasi
yang mempengaruhi bunyi yang
disebut artikulasi
penyerta/artikulasi sekunder/ koartikulasi (Marsono, 1989:108).
1.
Proses Asimilasi
Proses asimilasi dalam BBM ini terbatas pada
asimilasi fonetis saja, yaitu pengaruh-mempengaruhi bunyi
tanpa mengubah identitas
fonem. Menurut arahnya dibedakan
asimilasi progresif daripada asimilasi regresif.
a. Asimilasi
Progresif
Terjadi
apabila arah pengaruh
bunyi itu ke
depan. Misalnya, dalam bahasa
Indonesia perubahan bunyi [t]
yang biasanya diucapkan apiko-dental
seperti pada kata tetapi, namun dalam kata stasiun diucapkan secara lamino-alveolar [t].
b. Asimilasi
Regresif
terjadi
apabila arah pengaruh
bunyi itu ke
belakang. Misalnya perubahan bunyi
[n] yang diucapkan secara
apiko-alveolar seperti pada
kata aman, tetapi
dalam kata pandan
nasal sebelum [d] diucapkan secara apikopalatal [n].
2.
Artikulasi Penyerta
Bunyi
yang secara primer
sama bisa diucapkan
berbeda karena adanya bunyi lain yang mengikutinya.
Perbedaan ucapan suatu bunyi dengan ucapan yang berlainan disebabkan oleh
artikulasi penyerta, ko-artikulasi
sekunder bunyi yang mengikutinya (Bloch & Trager, 1942:29). Misalnya,
bunyi [k] dalam kata kucing dengan
bunyi [k] dalam
kata kijang berbeda.
Proses
pengaruh bunyi yang
disebabkan oleh artikulasi
penyerta dapat dibedakan atas:
labialisasi, retrospeksi, palatalisasi,
velarisasi, dan glotalisasi (Marsono, 1989:109).
a. Labialisasi
adalah pembulatan
bibir pada artikulasi
primer sehingga terdengar bunyi
semi vokal [w] pada bunyi utama
tersebut. Misalnya, bunyi [t]
pada kata tujuan terdengar sebagai bunyi [tW] atau [t
dilabialisasi].
b. Retrofleksi
penarikan ujung
lidah ke belakang
pada artikulasi primer,
sehingga terdengar [r] pada bunyi
utamanya.. Misalnya, [kr] atau
[k] diretrofleksi seperti
kata kerdus.
c. Palatalisasi
pengangkatan daun
lidah ke arah
langit-langit keras pada artikulasi
primer. Misalnya, bunyi bunyi
[p] dalam kata
piara terdengar sebagai
[py] atau [p] dipalatalisasi (Marsono, 1989:109).
d. Velarisasi
pengangkatan
pangkal lidah ke arah
langit-langit lunak pada artikulasi
primer. Misalnya, bunyi [m]
dalam kata mahluk
terdengar sebagai [mx]
atau [m] divelarisasi.
e. Glotalisasi
proses penyerta
hambatan pada glottis
atau glottis tertutup rapat
sewaktu artikulasi primer
diucapkan. Vokal pada awal kata dalam bahasa Indonesia sering diglotalisasikan. Misalnya
bunyi [o] dalam
obat terdengar sebagai
[?o] [?obat] atau [o] diglotalisasi.
B.
Pengaruh
Bunyi karena Distribusi
Pengaruh bunyi karena
distrubusi menimbulkan
berbagai proses seperti
aspirasi, pelepasan, dan pengarrikatan.
1.
Aspirasi adalah
pengucapan suatu bunyi
yang disertai dengan
hembusan keluarnya udara dengan
kuat sehingga terdengar
bunyi [h]. Misalnya,
bunyi konsonan letup
bersuara [b, d, j, g]
jika berdistrubusi di awal dan di
tengah kata cenderung diaspirasikan sehingga terdengar sebagai [bh, dh,
jh, gh].
2.
Pelepasan adalah
pengucapan bunyi hambat
letup yang seharusnya dihambat atau diletupkan tetapi
tidak dihambat atau diletupkan, kemudian dengan serentak bunyi berikut
diucapkan. Hambatan atau letupan itu dilepaskan atau atau dibebaskan. Pelepasan
dibedakan atas lepas
tajam, lepas nasal,
dan lepas sampingan.
3.
Lepas tajam atau Lepas penuh
ialah pelepasan alat-alat artikulasi dari titik artikulasinya yang terjadi
secara tajam atau secara penuh. Misalnya, suatu bunyi hambat letup
dalam bahasa Indonesia
jika berada pada
pengunci kata, proses letupannya dilepaskan atau
dihilangkan, bunyi lepas ditandai dengan
[…] di atas bunyi dilepaskan.
4. Lepas nasal ialah suatu pelepasan yang terjadi karena adanya bunyi nasal di depannya.
Misalnya, suatu bunyi
hambat letup dalam
bahasa Indonesia, letupannya dilepaskan melalui keluarnya
udara lewat rongga
hidung jika bunyi letup
itu berdistribusi sebelum bunyi nasal yang homorgan. Lepas nasal
ditandai dengan [… N ] di atas samping kan bunyi yang dilepaskan. Misalnya,
[pm] atau [p] lepas nasal [n].
5. Lepas sampingan ialah suatu pelepasan yang terjadi karena adanya bunyi sampingan depannya.
Suatu bunyi hambat
letup dalam bahasa
Indonesia, letupannya dapat dilepaskan
secara sampingan jika
konsonan letup tersebut berdistribusi sebelum
bunyi sampingan [1].
Lepas sampingan ditandai
dengan […1] di atas
samping kanan dari
bunyi yang dilepassampingkan. Misalnya, [t1] atau [t] lepas sampingan.
Dapus : Resmini,novi,dkk. 2006. Kebahasaan 1 (Fonologi, Morfologi dan
Semantik). Bandung: UPI PRESS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar