Sabtu, 03 Desember 2016

Pengaruh dan Realisasi Bunyi Bahasa





A.      Pengaruh-Mempengaruhi Bunyi Bahasa
Pengaruh-mempengaruhi  bunyi  bahasa  menyangkut  dua  segi,  yakni pengaruh  bunyi  bahasa  dan  pemengaruh  bunyi  bahasa.  Pengaruh  bunyi  bahasa muncul  sebagai  akibat  proses  asimilasi,  sedangkan  pemengaruh  bunyi  bahasa merupakan  tempat  artikulasi  yang mempengaruhi  bunyi  yang  disebut  artikulasi penyerta/artikulasi sekunder/ koartikulasi (Marsono, 1989:108).
1.      Proses Asimilasi
Proses asimilasi dalam BBM ini terbatas pada asimilasi fonetis saja, yaitu pengaruh-mempengaruhi  bunyi  tanpa  mengubah  identitas  fonem.  Menurut arahnya dibedakan asimilasi progresif daripada asimilasi regresif.
a.    Asimilasi Progresif
Terjadi  apabila  arah  pengaruh  bunyi  itu  ke  depan. Misalnya, dalam bahasa  Indonesia perubahan bunyi  [t] yang biasanya diucapkan apiko-dental  seperti pada kata  tetapi,  namun dalam kata  stasiun diucapkan  secara lamino-alveolar  [t]. 
b.    Asimilasi Regresif
terjadi  apabila  arah  pengaruh  bunyi  itu  ke  belakang. Misalnya perubahan bunyi  [n] yang diucapkan secara  apiko-alveolar  seperti  pada  kata  aman,  tetapi  dalam  kata  pandan  nasal sebelum [d] diucapkan secara apikopalatal [n].
2.      Artikulasi Penyerta
Bunyi  yang  secara  primer  sama  bisa  diucapkan  berbeda  karena  adanya bunyi lain yang mengikutinya. Perbedaan ucapan suatu bunyi dengan ucapan yang berlainan disebabkan oleh artikulasi penyerta, ko-artikulasi  sekunder bunyi yang mengikutinya (Bloch & Trager, 1942:29). Misalnya, bunyi [k] dalam kata kucing dengan  bunyi  [k]  dalam  kata  kijang  berbeda.
Proses  pengaruh  bunyi  yang  disebabkan  oleh  artikulasi  penyerta  dapat dibedakan  atas:  labialisasi,  retrospeksi,  palatalisasi,  velarisasi,  dan  glotalisasi (Marsono, 1989:109).
a.    Labialisasi
adalah  pembulatan  bibir  pada  artikulasi  primer  sehingga terdengar bunyi semi vokal [w] pada bunyi utama  tersebut. Misalnya,  bunyi  [t]  pada  kata  tujuan terdengar sebagai bunyi [tW] atau [t dilabialisasi].
b.    Retrofleksi
penarikan  ujung  lidah  ke  belakang  pada  artikulasi primer, sehingga  terdengar [r] pada bunyi utamanya.. Misalnya,  [kr]  atau  [k]  diretrofleksi  seperti  kata kerdus.
c.    Palatalisasi
pengangkatan  daun  lidah  ke  arah  langit-langit  keras pada artikulasi primer. Misalnya,  bunyi  bunyi  [p]  dalam  kata  piara  terdengar  sebagai  [py]  atau  [p] dipalatalisasi (Marsono, 1989:109).
d.   Velarisasi
pengangkatan pangkal  lidah ke  arah  langit-langit  lunak pada  artikulasi  primer. Misalnya,  bunyi  [m]  dalam  kata  mahluk  terdengar  sebagai  [mx]  atau  [m] divelarisasi.
e.    Glotalisasi
proses  penyerta  hambatan  pada  glottis  atau  glottis tertutup  rapat  sewaktu  artikulasi  primer  diucapkan. Vokal pada awal kata dalam bahasa Indonesia sering  diglotalisasikan.  Misalnya  bunyi  [o]  dalam  obat  terdengar  sebagai  [?o] [?obat] atau [o] diglotalisasi.

B.       Pengaruh Bunyi karena Distribusi
Pengaruh  bunyi karena  distrubusi menimbulkan  berbagai  proses  seperti  aspirasi,  pelepasan,  dan pengarrikatan.
1.      Aspirasi  adalah  pengucapan  suatu  bunyi  yang  disertai  dengan  hembusan keluarnya  udara  dengan  kuat  sehingga  terdengar  bunyi  [h].  Misalnya,  bunyi konsonan  letup bersuara  [b, d,  j, g]  jika berdistrubusi di awal dan di  tengah kata cenderung diaspirasikan sehingga terdengar sebagai [bh, dh, jh, gh].
2.       Pelepasan  adalah  pengucapan  bunyi  hambat  letup  yang  seharusnya dihambat atau diletupkan tetapi tidak dihambat atau diletupkan, kemudian dengan serentak bunyi berikut diucapkan. Hambatan atau letupan itu dilepaskan atau atau dibebaskan.  Pelepasan  dibedakan  atas  lepas  tajam,  lepas  nasal,  dan  lepas sampingan.
3.       Lepas tajam atau Lepas penuh ialah pelepasan alat-alat artikulasi dari titik artikulasinya yang  terjadi  secara  tajam atau  secara penuh. Misalnya,  suatu bunyi hambat  letup  dalam  bahasa  Indonesia  jika  berada  pada  pengunci  kata,  proses letupannya dilepaskan atau dihilangkan, bunyi  lepas ditandai dengan […] di atas bunyi dilepaskan.
4.      Lepas nasal  ialah suatu pelepasan yang  terjadi karena adanya bunyi nasal di  depannya.  Misalnya,  suatu  bunyi  hambat  letup  dalam  bahasa  Indonesia, letupannya  dilepaskan melalui  keluarnya  udara  lewat  rongga  hidung  jika  bunyi letup  itu berdistribusi sebelum bunyi nasal yang homorgan. Lepas nasal ditandai dengan [… N ] di atas samping kan bunyi yang dilepaskan. Misalnya, [pm] atau [p] lepas nasal [n].
5.      Lepas sampingan  ialah suatu pelepasan yang  terjadi karena adanya bunyi sampingan  depannya.  Suatu  bunyi  hambat  letup  dalam  bahasa  Indonesia, letupannya  dapat  dilepaskan  secara  sampingan  jika  konsonan  letup  tersebut berdistribusi  sebelum  bunyi  sampingan  [1].  Lepas  sampingan  ditandai  dengan […1]  di  atas  samping  kanan  dari  bunyi  yang  dilepassampingkan. Misalnya,  [t1] atau [t] lepas sampingan.
Dapus : Resmini,novi,dkk. 2006. Kebahasaan 1 (Fonologi, Morfologi dan Semantik). Bandung: UPI PRESS
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar