Bunyi
bahasa dapat dikategorisasikan menjadi :
1.
Vokal,
konsonan, dan semivokal
2.
Nasal
dan oral
3.
Panjang
dan pendek
4.
Keras
dan lunak
5.
Tunggal
dan rangkap
6.
Egresif
dan ingresif
7.
Geminate
dan homorgan
Penjelasan
:
1.
Vokal,
Konsonan, dan Semivokal
Menurut Jones (1958: 12) bunyi bahasa terbagi atas tiga
macam, yaitu vokal, konsonan dan semivokal. Pembagian ini berdasar pada ada
tidaknya hambatan (proses artikulasi) dalam alat ucap. Hambatan dalam pita
suara tidak pernah disebut artikulasi.
Vokal, konsonan, dan semivokal merupakan jenis bunyi yang
dibedakan berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran
suara. Semivokal biasa dimasukkan ke dalam konsonan. Karena itu, bunyi bunyi
segmental lazim dibedakan atas bunyi vokal dan bunyi konsonan.
Bunyi vokal adalah bunyi yang arus udaranya tidak mengalami
rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi
vokal hanya pada pita suara saja. Hambatan pada pita suara tidak lazim disebut
artikulasi. Karena vokal dihasilkan dengan hambatan pita suara maka pita suara
bergetar. Posisi glotis dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali. Dengan
demikian, semua vokal termasuk bunyi bersuara.
Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat
arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi. Proses
hambatan atau artikulasi ini dapat disertai dengan bergetarnya pita suara,
sehingga terbentuk bunyi konsonan bersuara. Jika artikulasi itu tidak disertai
dengan bergetarnya pita suara, glotis dalam dalam keadaan terbuka akan
menghasilkan konsonan tak bersuara.
Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk
konsonan, tapi karena pada saat diartikulasikan belum membentuk konsonan murni.
Bunyi semivokal dapat disebut semikonsonan, namun istilah ini jarang dipakai.
2. Bunyi Nasal dan Oral
Bunyi nasal atau sengau dibedakan dari bunyi oral
berdasarkan jalan keluarnya arus udara. Bunyi nasal dihasilkan dengan menutup
arus udara ke luar melalui rongga mulut, tetapi membuka jalan agar dapat keluar
melalui rongga hidung. Penutupan arus udara ke luar rongga mulut dapat terjadi
:
a. Antara kedua bibir, misalnya bunyi (m)
b. Antara ujung lidah dan ceruk, hasilnya
bunyi (n)
c. Antara pangkal lidah dan langit-langit
lunak, hasilnya bunyi (ŋ)
d. Antara ujung lidah dan langt-langit
keras, hasilnya bunyi (ň)
Bunyi oral dihasilkan dengan jalan mengangkut ujung anak
tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung sehingga arus
udara dari paru-paru keluar melalui mulut. Selain bunyi nasal, semua bunyi
vokal dan konsonan bahasa Indonesia termasuk bunyi oral.
3. Bunyi Keras dan Lunak
Kategorisasi bunyi keras (fortis) dan bunyi lunak (lenis)
dobedakan berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara pada waktu bunyi itu
diartikulasikan (Malmberg, 1963:51-52). Bunyi bahasa disebut keras apabila pada
waktu diartikulasikan disertai ketegangan kekuatan arus udara. Sebaliknya,
apabila pada waktu diartikulasikan tidak disertai ketgangan kekuatan arus
udara, bunyi itu disebut lunak.
Dalam bahasa Indonesia terdapat kedua jenis bunyi tersebut.
Baik bunyi keras maupun bunyi lunak dapat berupa vokal dan konsonan seperti
diuraikan berikut ini :
Ø Bunyi keras :
1)
Bunyi
letup tak bersuara : (p, t, c, k)
2)
Bunyi
geseran tak bersuara : (s)
3)
Bunyi
vokal : (Ə)
Ø Bunyi lunak :
1)
Bunyi
letup bersuara : (b, d, j, g)
2)
Bunyi
geseran bersuara : (Z)
3)
Bunyi
nasal : (m, n, ň, ŋ)
4)
Bunyi
likuida : (r, l)
5)
Bunyi
semi-vokal : (w, y)
6)
Bunyi
vokal : (i, e, o, u)
4. Bunyi Panjang dan Pendek
Bunyi panjang dibedakan dari bunyi pendek berdasarkan
lamanya bunyi tersebut diucapkan atau diartikulasikan. Vokal dan konsonan dapat
dibedakan atas bunyi panjangdan pendek (Jones, 1958:136). Tanda bunyi panjang
biasanya menggunakan tanda garis pendek di atas suatu bunyi atau menggunakan
tanda titik dia disebelah kanannya, contohnya : (a) panjang ditulis (ă) atau
(a:).
5. Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Bunyi nyaring dibedakan dari bunyi tak nyaring berdasarkan
kenyaringan bunyi pada waktu terdengar oleh telinga. Pembedaan bunyi
berdasarkan derajat kenyaringan itu merupakan tinjauan fonetik auditoris.
Derajat kenyaringan itu sendiri ditentukan oleh luas sempitnya atau besar
kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi itu diucapkan. Makin luas ruang
resonansinya, makin rendah derajat kenyaringannya.
6. Bunyi Tunggal dan Rangkap
Bunyi tunggal dibedakan dari bunyi rangkap berdasarkan
perwujudannya dalam suku kata. Bunyi tunggal adalah sebuah bunyi yang berdiri
sendiri dalam satu suku kata, sedangkan bunyi rangkap adalah dua bunyi atau
lebih yang bergabung dalam satu suku kata. Semua bunyi vokal dan konsonan
adalah bunyi vokal. Bunyi vokal disebut juga munoftong.
Bunyi rangkap dapat berupa diftong maupun klaster. Diftong,
yang lazim disebut vokal rangkap, dibentuk apabila keadaan posisi lidah sewaktu
mengucapkan bunyi vokal yang satu dengan bunyi vokal yang lainnya saling
berbeda (Jones, 1958:22). Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat diftong
(oi), (al), dan (aU).
Klaster, yang lazim disebut gugus konsonan, dibentuk apabila
cara artikulasi atau tempat artikulasi dari kedua konsonan yang diucapkan
saling berbeda. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat gugus (pr), (str),
dan (dr).
7. Bunyi Egresif dan Ingresif
Bunyi egresif dan ingresif dibedakan berdasarkan arus udara.
Bunyi egresif dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam
paru-paru, sedangkan bunyi ingresif dibentuk dengan cara menghisap udara
kedalam paru-paru. Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.
Ø Bunyi egresif dibedakan lagi atas bunyi
egresif pulmonik dan bunyi egresif glotalik.
a.
Egresif
pulmonik dibentuk dengan cara mengecilkan rongga paru-paru oleh otot paru-paru,
otot perut, dan rongga dada. Hampir semua bunyi bahasa Indonesia dibentuk
melalui egresif pulmonik.
b.
Egresif
glotalik dibentuk dengan cara merapatkan pitas suara sehingga gloatis dalam
keadaan tertutup sama sekali. Bunyi egresif glotalik disebut juga bunyi
ejektif, yang ditandai dengan tanda apostrof, contohnya (p’,t’,k’,s’),
contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa-bahasa Kaukasus, Indian, dan Afrika
(Ladefoged, 1973:25).
Ø Bunyi ingresif dibedakan atas bunyi
ingresif glotalik dan bunyi ingresif velarik.
a.
Ingresif
glotalik memiliki kemiripan dengan cara pembentukan bunyi egresif glotalik,
hanya arus udara yang berbeda. Dibentuk dengan cara menghisap udara dan
merapatkan pita suara sehingga glotis menutup. Adapun bunyi yang dihasilkan
disebut implosive, yang ditandai dengan tanda melengkung ke sebelah kanan,
contohnya (b,d,g). Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa Sindhi, Swahili, Marwari,
Ngadha, dan Sawu (Ladefoged, 1973:26).
b.
Ingresif
velarik dibentuk dengan cara menghisap udara dan menaikkan pangkal lidah dalam
langit-langit lunak; bersama-sama dengan merapatkan bibir; begitu pula, ujung
lidah dirapatkan ke dalam gigi/gusi. Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa Khoisa,
Xhosa, dan Zulu (Ladefoged, 1973:28-30).
8. Geminatn dan Homorgan
Germinat yaitu rentetan artikulasi yang sama (identik),
sehingga menimbulkan ucapan panjang dalam bunyi tersebut, contohnya: Allah dan
Assalamualaikum. Adapun yang disebut Homorgan yaitu bunyi-bunyi bahasa yang
terbentuk oleh alat dan daerah artikulasi yang sama. Contohnya, konsonan
alveolar: (t), (d), dan (n): konsonan bilabial (p), (b), dan (m): konsonan
palatal (c), (j), (n) (band. Robins, 1980, bab 8)
Dapus : Resmini,novi,dkk. 2006. Kebahasaan 1 (Fonologi, Morfologi dan
Semantik). Bandung: UPI PRESS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar