Senin, 05 Desember 2016

EPISTEMOLOGI

CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Pengetahuan juga merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Pada hakikatnya kita mengharapkan jawaban yang benar, maka untuk mendapatkan atau menyusun pengetahuan yang benar, dikaji dalam kajian filsafati epistemologi
            Untuk bisa meramalkan dan mengontrol sesuatu maka hal yang pertama kita lakukan adalah mengetahui mengapa sesuatu itu terjadi. Dengan demikian penelaahan ilmiah diarahkan kepada usaha untuk mendapatkan penjelasan mengenai berbagai gejala alam. Awalnya manusia mengaitkan gejala alam dengan sesuatu yang mistis. Selanjutnya manusia menafsirkan dunia dari kemitosan tersebut. Lalu berkembanglah pengetahuan yang berakar pada pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang didukung oleh metode coba-coba (trial and error). Perkembangan ini menyebabkan timbul pengetahuan yang disebut “seni terapan” (applied arts) yang mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan sehari-hari di samping “seni halus” (fine arts) untuk memperkaya spiritual.
            Seni terapan ini pada hakikatnya memiliki dua ciri, yaitu bersifat deskriptif dan fenomenologis, serta ruang lingkup terbatas. Sifat deskriptif mencerminkan proses pengkajian yang menitikberatkan kepada penyelidikan gejala-gejala yang bersifat empiris. Akal sehat dan cara mencoba-coba mempunyai peranan penting dalam usaha manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam. Karakteristik akal sehat (menurut Titus) diantaranya: (1) karena landasannya yang berakar pada adat dan tradisi maka akal sehat cenderung untuk bersifat kebiasaan dan pengulangan; (2) karena landasannya berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung bersifaat kabur dan samar-samar; dan (3) karena kesimpulan yang ditariknya sering berdasarkan asumsi tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat lebih merupakan pengetahuan yang tidak teruji.
            Perkembangan selanjutnya adalah yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran dan mencoba menemukan kebenaran secara analisis yang bersifat kritis. Berpikir rasionalis mempunyai kelemahan sehingga timbul empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar itu didapat dari kenyataan pengalaman. Ilmu tidak bisa melepaskan diri dari penafsiran yang bersifat rasional dan metafisis. Kemudian berkembanglah metode eksperimen yang merupakan jembatan antara penjelasan teoritis yang hidup di alam rasional dengan pembuktian  dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara konseptual metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana Muslim dan secara sosiologis dimasyarakatkan oleh Francis Bacon.
            Berkembangnya metode eksperimen atau metode ilmiah dan diterimanya metode ini sebagai paradigma oleh masyarakat keilmuan maka sejarah kemanusiaan menyaksikan perkembangan pengetahuan yang sangat pesat. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu yang merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Proses kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia mengamati sesuatu.
            Kerangka berpikir ilmiah pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut.
1) Perumusan masalah, berupa pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batasannya dan dapat diidentifikasi.
2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, berupa argumentasi yang mengaitkan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor.
3) Perumusan hipotesis, merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan.
4) Pengujian hipotesis, pemgumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis.
5) Penarikan kesimpulan, yaitu penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
            Penelitian terhadap ilmu tidak ditentukan oleh kesahihan teorinya sepanjang zaman melainkan terletak dalam kemampuan memberikan jawaban terhadap permasalahan manusia dalam tahap peradaban tertentu.
            Secara garis besar ada empat jenis pola penjelasan, yakni:
1) Penjelasan deduktif, yaitu mensrik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
2) Penjelasan probabilistic, yaitu penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus.
3) Penjelasan fungsional atau teleologis, yaitu penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu.
4) Penjelasan genetik, yaitu penjelasan yang mempergunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan gejala yang timbul selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar