Jumat, 30 Desember 2016

Filosofi Roti Buaya


Filosofi Roti Buaya
Roti buaya memang sangat identik untuk acara pernikahan yang di bawa oleh pihak calon memperlai pria untuk di serahkan pada calon memperlai wanita. Tradisi dan budaya ini asli dari Betawi masyarakat yang tinggal di Ibu Kota. Disebut roti buaya karena memang bentuk roti ini seperti buaya. Dan ini selalu ada di acara pernikahan tepatnya pada seserahan, roti buaya di berikan sebagai simbol bahwa calon mempelai pria mampu memenuhi permintaan calon memperlai wanita. Dahulu roti ini tak boleh dimakan karena dianggap keramat, namun saat ini roti buaya tak dianggap kramat lagi, itu hanya sebuah simbol dan tradisi dai adat Betawi, roti buaya pun disantap dengan dicocol pada sirup dengan cap pisang.
Filosofi adanya roti buaya sebagai simbol hadiah pernikahan yang di bawa calon memperlai pria kepada calon mempelai wanita adalah adanya kepercayaan yang mana jika lelaki jejaka ingin meminang seorang wanita, maka syarat yang di minta oleh calon mertuanya adalah membawa seekor buaya. Tapi karena dirasa sulit untu membawanya, maka lelaki tersebut berinisiatif untuk mengganti buaya menjadi sebuah roti dengan bentuk menyerupai buaya. Selain itu karena roti buaya merupakan lambing kemapanan dan kesetiaan sampai akhir hayat, menngapa? Karena pada zaman dahulu yang dapat memakan roti hanyalah kaum bangsawan saja, dan buaya merupakan binatang yang paling setia, karena buaya hanya menikah satu kali selama hidupnya.
Poin penting dari makna roti buaya itu sendiri adalah tentang sebuah perjuangan. Yang mana calon mempelai pria berusaha memenuhi permintaan dari calon mempelai wanita sebelum resmi dinikahinya. Tradisi ini terus dilakukan secara turun temurun sehingga tak heran bila Anda melihat atau menghadiri acara pernikahan pada masyarakat Betawi dalam seserahan pasti aka nada satu atau dua roti buaya yang sudah dihias cantik. Dahulu roti buaya hanyalah roti tanpa isi, tapi semakin berkembangnya jaman, roti ini pun berubah karena pada setiap roti biasanya diberi isian entah coklat, stroberi, dll.

Kepercayaan orang Betawi zaman dahulu memang sangat kuat khususnya dalam menyerahkan seorang anak perempuan. Pihak lelaki harus benar-benar di anggap mampu untuk menghidupi dan menyejahterakan anak perempuannya dari segi ekonomi sudah dapat membeli dan mampu mencukupi semua kebutuhan rumah tangganya kelak. Sehingga permintaan buaya yang dulu kabarnya menjadi cerita rakyat jika dikaitkan makna adalah setiap orang tua dari pihak wanita, tentu ingin agar anaknya mendapatkan lelaki yang benar-benar tak hanya mencintainya tetapi juga dianggap mampu menghidupi anak perempuannya dengan layak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar