Sabtu, 03 Desember 2016

Realisasi Pancasila yang Subjektif



            Realisasi Pancasila secara subjektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam pribadi perseorangan, baik warga negara (masyarakat), individu, penduduk, penguasa negara ataupun pemimpin rakyat maupun orang Indonesia. Pelaksanaan Pancasila yang subjektif ini justru lebih penting karena pelaksanaan Pancasila yang subjektif merupakan syarat pelaksanaan pancasila yang objektif (Notonegoro,1974;44). Dengan demikian pelaksanaan pancasila yang subjektif ini berkaitan dengan kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila. Dalam pengertian inilah akan terwujud jika suatu keseimbangan kerohanian yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum telah berpadu menjadi kesadaran wajib moral. Sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib melaksanakan Pancasila.
             Pancasila secara subjektif dibentuk secara berangsur-angsur melalui proses pendidikan, baik pendidikan formal, non formal, maupun informal di lingkungan keluarga dan masyarakat. Hasil yang akan diperoleh berupa pengetahuan, kesadaran, ketaatan, kemampuan dan kebiasaan, mentalitas, watak dan hati nurani yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Namun pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya mengerti mengenai Pancasila sebagai suatu pegangan tapi harus mempunyai sikap mental, pola berfikir dan tingkah laku maupun amal perbuatan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila secara bulat dan murni.
            Dalam pengamalan Pancasila yang subjektif ini bilamana nilai-nilai Pancasila telah dipahami, diresapi, dan dihayati oleh seseorang maka orang itu telah memiliki moral pancasila dan jika berlangsung terus menerus sehingga melekat dalam hati maka disebut dengan kepribadian Pancasila. Pengertian kepribadian bangsa Indonseia dapat dikembalikan kepada hakikat manusia.Telah diketahui bahwa segala sesuatu itu memiliki tiga macam hakikat yaitu :
1. Hakikat abstrak yaitu terdiri atas unsur-unsur yang bersama-sama menjadikan hal itu ada, dan menyebabkan sesuatu yang sama jenis menjadi berbeda dengan jenis lain sehingga hakikat ini disebut dengan hakikat universal. Contoh: jenis manusia, hewan, tumbuhan.
2.  Hakikat pribadi yaitu ciri khusus yang melekat sehingga membedakan dengan sesuatu yang lain. Bagi bangsa Indonesia hakikat pribadi ini disebut dengan kepribadian dan hakikat pribadi ini merupakan penjelmaan dari hakikat abstrak.
3.  Hakikat kongkrit yaitu hakikat segala sesuatu dalam menyatakan kongkrit, dan hakikat ini merupakan penjelmaan dari hakikat abstrak dan hakikat kongkrit.Oleh karena itu bagi bangsa Indonsesia, pengertian kepribadian Indonesia ini memiliki tingkatan yaitu :
a. Kepribadian yang berupa sifat-sifat hakikat kemanusiaan  “monupluralis” jadi sifat-sifat kemanusiaan yang abstrak umum universal. Dalam pengertian ini disebut kepribadian kemanusiaan, karena termasuk jenis manusia, dan memiliki sifat kemanusiaan.
b. Kepribadian yang mengandung sifat kemanusiaan, yang telah terjelma dalam sifat khas kepribadian bangsa Indonseia (pancasila) dan ditambah dengan sifat-sifat tetap yang terdapat pada bangsa Indonesia, ciri khas, karakter, kebudayaan dan lain sebagainnya.
c. Kepribadian kemanusiaan, kepribadian Indonesia dalam realisasi kongkritnya, setiap orang, suku bangsa, memiliki sifat yang tidak tetap, dinamis tergantung pada keadaan manusia(Indonesia) perorangan secara kongkrit.(Notonegoro,1971;169).

            Berdasarkan uraian diatas maka pelaksanaan Pancasila secara subjektif meliputi pelaksanaan, pandangan hidup, yang mana telah dirumuskan dalam P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila).
            Lebih lanjut, pelaksanaan Pancasila secara subjektif itu akan lebih akan berhasil jika dilakukan secara sistematik dan konsisten dalam usaha untuk membudayakan Pancasila. Penerapan Panasila secara subjektif meliputi segala bidang kehidupan antara lain bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang juga dilaksanakan dalam lingkungan hidup pribadi, hidup kelurga, dan hidup kemasyarakatan.
Dapus :
Kaelan. 2015. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar